BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 31 Mei 2009

maen ke bali yuks


Mau tau pantai terindah di Bali selain pantai Kuta? Jawabannya tentu saja pantai Dreamland di kawasan Pecatu (uluwatu).

Pantai ini begitu indah dan tidak sepadat pantai Kuta pengunjungnya. Tentu dengan situasi ini anda akan lebih nyaman dan bisa menikmati suasana pantai yang terkenal sebagai tempat surfing ini.



Dengan perjalanan kurang lebih 30 menit dari Kuta menuju arah Jimbaran kemudian Pecatu, anda akan sampai di sini.

Kawasan pantai dreamland saat ini tengah dikembangkan sebagai kawasan wisata Bali Pecatu Resorts lengkap dengan lapangan golf 18 hole, international schools, rumah sakit internasional, shopping mall dan sarana wisata lainnya.

Tentu tidak lama lagi kawasan ini akan menjadi kawasan wisata yang exclusive dan dimanage dengan lebih baik.

Read More......

whorkshop

 
Addressing to industries:
Workshop of Oil & Gas Procurement and Contract Challenge
June, 3 - 5 2009 --- Hotel Patra Jasa, Kuta Bali, Indonesia
 
Master Class:
"Current Practices for Procurement and Contract"
by Robertus Sumardji - Staf Khusus (Senior Executive Advisor) Deputi Umum BPMIGAS
 
Technical Session:
Knowledge Sharing (BP MIGAS, PT Pertamina EP, Chevron, Medco, Kodeco, etc.)
 
Panel Discussion:
"How to Improve Local Benefit in Good and Services Procurement"
Panelist:
 

Ir. I.G. Putu Suryawirawan - Direktur Industri Departemen Industri

Hardiono - Deputi Umum BP MIGAS

Willem Siahaya - Chairman GUSPEN MIGAS, Chairman IAPI, Dosen Pasca Sarjana Trisakti)

Edi Purnomo - Ka.Subid.Pemberdayaan Potensi Dalam Negeri

Iwan Djalinus - Vice President SCM Chevron
 
For further information:
IATMI Komisariat Cirebon
0231-251 2655
0231 3631889



Read More......

Jumat, 29 Mei 2009

pipeline engineering introduction


Pipeline Engineering atau bisa di indonesiasikan dengan Teknik Perpipaan merupakan bidang keahlian baru yang sebenarnya sudah lama. Pada jaman pertengahan abad ini, pemilihan pipa sebagai satu alternatif pendistribusian minyak & gas merupakan suatu keputusan yang tidak populer dilakukan. Hal ini dapat dimengerti, karena, ketika itu, pengangkutan minyak/gas bumi dengan menggunakan mobil tangki ataupun kapal tanker lebih mudah dan murah untuk dilakukan. Mudah karena company cukup menyewa mobil tangki ataupun kapal tanker, murah karena menyewa lebih murah dibandingkan dengan membangun sebuah pipeline yang harganya tentu sangat mahal (engineering, procurement, and construction cost). Oleh karena itu, ilmu teknik perpipaan tidaklah mempunyai sejarah yang cukup panjang apabila dibandingkan dengan teknik mesin misalnya. Teknik perpipaan berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan pembuatan jaringan pipa sebagai alternatif pendistrbusian minyak dan gas bumi.

Lambat laun pipeline merupakan suatu alternatif yang menarik. Isu keselamatan, keamanan dan lingkungan hidup ikut memacu berkembangnya industri perpipaan.Tidak seperti sistem transportasi yang lain yang lebih kasat mata, pipeline beroperasi dengan diam dan tak disadari kehadirannya oleh masyarakat. Seperti sistem sikulasi tubuh, pipeline tidak terlihat tetapi merupakan jaringan distribusi yang vital dan merupakan salah satu faktor penting dalam revolusi teknologi minyak dan gas bumi. Apabila minyak dan gas merupakan “darah” industri, maka pipeline akan menjadi “urat nadi” dan penghubung yang penting antara penyedia dan pengguna energi. Ketika sistem pendistribusian lain “memindahkan” minyak & gas bumi dalam proses pendistribusiannya dengan menggunakan kapal tanker ataupun truk tangki, pipeline adalah sebuah struktur yang memanfaatkan tekanan dan kompresi untuk mentransportasikan minyak & gas. Sehingga, tidaklah heran apabila tingkat keamanan pipeline ini sangat tinggi dibandingkan penggunaan sistem transportasi lainnya.

Akibat kemajuan teknologi yang begitu pesat, pembangunan pipeline tidak lagi merupakan sebuah pemborosan. Untuk design lifetime yang panjang, memiliki sebuah pipeline tentu sebuah investasi yang menguntungkan dibandingkan dengan menyewa kapal tanker. Tetapi tentu kita tidak bisa mengharapkan untuk membangun pipa dari LNG Tangguh ke Fujian China untuk menjual gas bumi, perlu dilakukan kelayakan pembangunan pipa yang didalamnya terkait dengan disiplin-disiplin ilmu lain yang dapat berkonstribusi secara positif.

Apa saja tentang pipeline engineering?

Secara simple dan sedikit berguyon, orang sering mengatakan pekerjaan pipeline engineer itu sangatlah mudah: kepanjangan ya dipotong, kependekkan ya di sambung. Tetapi “peribahasa” diatas tidaklah terlalu salah.

Pipeline engineering secara letak terbagi menjadi 2 bagian besar, offshore dan onshore pipeline. Setiap bagian memiliki keunikan sendiri-sendiri. Onshore pipeline mungkin sudah lebih dahulu berkembang. Pemasangan pipa air PDAM, dan atau pemasangan kabel listrik tentu sedikit banyak mirip dengan pemasangan pipa minyak & gas. Selain itu, lokasi sumur produksi yang lebih dahulu di temukan di daratan juga ikut memacu berkembangnya onshore pipeline. Pembangunan jalan raya yang notobene memiliki keserupaan alat-alat berat juga memberikan ide tentang bagaimana menginstalasikan sebuah pipa.

Lain halnya dengan offshore pipeline, pembangunan pipa di bawah laut sangat tergantung dari kondisi lingkungan laut yang serba tidak pasti. Arus dan gelombang air laut merupakan faktor utama desain. Ditambah dengan bentuk permukaan dasar laut yang kerap berubah karena air laut juga sangat krusial. Masih ingat masalah pipa pagerungan-nya BP/Pertamina? Konon katanya masalah ini terjadi karena perubahan bentuk permukaan dasar laut sehingga membahayakan keutuhan pipa. Metocean data yang akurat, sifat2 tanah, pengetahuan sifat gelombang air laut, merupakan kunci penting dalam mendesain sebuah pipa di laut lepas. Dalam proses desain tersebut, juga perlu diperhatikan metode penginstalasian yang dipilih. Ketersediaan barge di area, kemampuan teknologi, dan ketersediaan dana yang merupakan masalah klise karena semua teknologi untuk meng-instalasikan pipa di laut lepas sangatlah mahal.

Pendidikan pipeline engineering

Teknik perpipaan di industri minyak dan gas sendiri sepertinya tidak begitu diketahui oleh para praktisinya. Cukup banyak engineer yang bertanya perbedaan antara pipeline dan piping, mechanical dan pipeline, ataupun tubing dengan pipeline. Hal ini berkembang karena kemiripan nama dan daerah “operasi” antara bidang keahlian diatas. Juga sistem pendidikan kita di perguruan tinggi yang turut berkontribusi ketidak jelasan antara bidang keahlian tersebut. Kalau bidang keahlian mekanikal ada jurusan teknik mesin, sipil ada teknik sipil, proses ada teknik kimia, material ada teknik material, reservoir ada teknik perminyakan. Maka tidak mudah untuk mengetahui latar belakang pendidikan apa yang cocok untuk menjadi seorang pipeline engineer.

Menurut seorang panelis pada seminar “Material Science in Oil & Gas Industry” yang diselenggarakan oleh Teknik Material ITB di Bandung 2001, pipeline engineering adalah sebuah persilangan antara mechanical dan civil engineering. Penulis juga dapat sepenuhnya setuju dengan pendapat seperti ini. Hal ini dapat diindikasikan dengan melihat kurikulum pendidikan pipeline engineering di UK dan USA. Pada kebanyakan universitas di Inggris (UCL London, Newcastle University, & Cranfield University), pipeline engineering adalah sebuah pilihan yang berada pada departemen teknik mesin. Tetapi yang terjadi di Amerika (Texas ATM, California University, MIT) adalah kebalikannya, pilihan pipeline engineering ini lebih banyak berada di bawah Depatemen Teknik Sipil. Tetapi kalau kita melihat silabus mata kuliah pada kedua universitas -yang berbeda negeri itu- dapatlah dikatakan sama. Hal ini mencerminkan bahwa belum ada kesamaan pandangan tentang pipeline engineering tersebut walaupun yang dipelajarinya sudah jelas atau sama.

Sementara yang terjadi di Indonesia juga belumlah secara explisit diketahui. Yang penulis tahu pada Jurusan Teknik Mesin ITB ada sebuah mata kuliah pilihan yang mempelajari ASME B318. Tetapi hanya khusus mempelajari standard tersebut saja. Yang menjadi perhatian penulis adalah sangatlah rancu adanya apabila kita sebagai sebuah negara “archipelago” yang memiliki banyak anjungan lepas pantai tetapi tidak mempunyai sumber daya untuk dapat menjadi pemimpin dalam industri pipeline. Yang selama ini terjadi adalah kita meng-import para expert untuk menjadi konsultan paling mahal dalam sebuah proyek. Sehingga wacana untuk menghadirkan sebuah pendidikan yang spesifik mengenai pipeline engineering dapatlah menjadi sebuah wacana yang menarik untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Read More......

Selasa, 26 Mei 2009


  Dalam dunia perminyakan, pekerjaan workover (kerja ulang) adalah hal yang umum dilakukan selama rentang hidup suatu sumur HC. Tujuan utama workover adalah untuk menjaga integritas sumur, melakukan intervensi bawah permukaan sumur dan menjaga kelangsungan produksi dari sumur tersebut. Saat ini didunia perminyakan terdapat empat jenis unit intervensi sumur (well intervention unit)/unit workover ringan (light workover), yaitu slickline unit, electricline unit, snubbing unit dan coiled tubing unit. 

Electricline merupakan salah satu unit light workover yang paling banyak digunakan di industry perminyakan. Electricline digunakan untuk pekerjaan perforasi, fishing, logging, dan pemasangan plug mekanis. Peralatan permukaan pada electricline unit terdiri atas powerpack, control cabin, hydraulic control modul dan grease injector, dan PCE (pressure control equipment).

Powerpack merupakan unit pembangkit tenaga yang menggunakan mesin diesel yang terhubung dengan pompa hidrolik. Tenaga hidrolik yang dihasilkan kemudian disalurkan ke control cabin melalui koneksi mekanis atau hidrolis untuk menggerakkan winch unit. Desain powerpack harus sesuai dengan standar API Spec 7B-11C.

Control cabin merupakan tempat untuk memonitor aktivitas yang dilakukan toolstring selama pekerjaan workover berlangsung. Control cabin dilengkapi dengan winch unit dan wire drum. Winch berfungsi menarik/mengulur kabel agar toolstring dapat bergerak didalam sumur, selain itu winch digunakan untuk merekayasa/memanipulasi gerak toolstring (misal jar down atau jar up) untuk mengaktivasikan peralatan bawah permukaan.


 

 

Hydraulic control modul dan grease injector digunakan untuk mengoperasikan PCE dan sebagai pengontrol injeksi grease ke PCE. Alat ini memiliki rating pressure tertentu yang dapat disesuaikan dengan kondisi sumur. Control modul mentransmisikan tenaga hidrolik ke PCE untuk mengaktifkan/menonaktifkannya.

PCE terdiri atas line wiper, stuffing box, flow tube, turn around sheave (TAS), tool catcher dan ball check valve, tool trap dan wireline BOP. Alat-alat tersebut dirangkai menjadi satu dan bekerja secara terintegrasi untuk mengontrol tekanan sumur selama pekerjaan workover berlangsung. Hal ini sangat krusial karena adanya kabel electricline sebagai media kerja yang terus bergerak dinamis dari permukaan masuk ke dalam sumur sehingga riskan terjadi kebocoran tekanan melalui sela-sela badan kabel.

Line wiper berfungsi menyeka sisa-sisa grease dan fluida sumur dari badan kabel. Hal ini untuk mereduksi kontaminasi senyawa-senyawa dari fluida sumur yang dapat menurunkan kualitas kabel dan menjaga wire drum dan area kerja tetap bersih dan tidak slip akibat dari sisa-sisa grease. Stuffing box memberikan penyekatan disekeliling kabel terhadap tekanan sumur melalui aplikasi plunger yang diaktivasi oleh tenaga hidrolik.

Flow tube berfungsi memberikan penyekatan tekanan sumur disekeliling kabel dalam kondisi dinamis dengan menginjeksikan grease kental disekeliling badan kabel (grease sealing). Fungsi ini berkat injeksi grease bertekanan dari control modul kedalam stuffing box secara kontinyu dengan suatu perhitungan tertentu. TAS berfungsi mereduksi panjang PCE serta mereduksi beban axial kabel. Tool catcher berfungsi menahan hantaman toolstring saat toolstring ditarik keatas keluar dari sumur. Dan jika kabel putus atau tidak ada kabel didalam PCE, maka ball check valve akan menutup secara otomatis akibat desakan dari tekanan sumur.

Tool trap berfungsi mencegah toolstring jatuh kedalam sumur saat toolstring telah ditarik keatas. Tool trap dilengkapi dengan flapper berbentuk V dengan aktivasi hidrolis. Wireline BOP berfungsi sebagai penyekat tekanan sumur dalam kondisi kabel statis atau tidak ada kabel. BOP ini berbeda dengan BOP drilling dari segi dimensi dan jumlah ramnya. BOP menggantikan fungsi PCE sebagai penahan tekanan sumur saat penggantian PCE (penambahan lubricator), penggantian tool atau perbaikan PCE bila terjadi kebocoran. (Imam Supriadi)



Read More......

Senin, 25 Mei 2009

Radial drilling


Radial drilling technology produces enhancement of producing and shot off wells by using high pressure fluids to “drill” radial channels out from the existing bore up to 300 feet.

This effectively increases the drainage area from a well and has resulted in massive increases in production. Utilizing existing well shafts, the Radial Drilling technology enters areas in a “wheel and spoke” fashion and penetrates out up to 300 feet, and in up to 16 different directions, at any given depth. The Lateral Drilling technology has efficiently and successfully drilled laterally in excess of 400 feet. The Company believes that it can establish itself as the foremost expert in the successful application of this energy recovery enhancement technology. The technology has the ability to drill up to 8 laterals in four to five days (4-5) days into an existing pay zone. The Radial Drilling technology is best suited for existing oil and gas wells that are drilled to a depth of eight thousand feet (8000) or less. This market is estimated to be well in excess of 1,000,000 wells.

With the use of Radial drilling, oil that otherwise would have remained beyond the reach of conventional technologies can now be recovered efficiently and economically. In some cases production recovers to a level that equals or exceeds that of the well’s initial production. This enables drilling farther into the strata

The images below demonstrate how Radial Drilling can significantly expand the production area within a given field. An average well will pull petroleum from an area of up to 120 feet from the well bore. The Radial Drilling technology extends the production area up to 300 feet from the well bore. Traditional well bore configurations pulling from 120 feet equates to a total volume of pay zone of 271,296 cubic feet. Each Radial of 300 feet will potentially pull from over 360,000 cubic feet. Four such Radials will therefore pull from over 1,440,000 cubic feet from the well bore.


Source Photo: www.radialdrilling.com

Radial Drilling utilizes patented technologies in the areas of the design and manufacture and the process of high pressure fluid jet drilling. The figure below more precisely illustrates the process. The Radial Drilling process works on both new and existing wells, but performs best on formations of low permeability such as depleted wells that are ready to be capped because they are no longer economical.

The strong market potential for deployment and market acceptance of this technology exists because there are literally millions of wells that fit the description of the ideal ‘target” well and secondly, enhancing production from existing wells eliminates the expense of new exploration and drilling thereby reducing exploration risk.

Features of Radial Drilling include:
* The lateral drilling process is fast. Average time the rig is on the well is only four to five days
* Cuts a two (2) inch diameter hole horizontally up to 300 feet from the well bore
* Holes can be drilled at several levels

Benefits:
* Increase production rate and recoverable reserves from marginal wells.
* Improves injection rates in water disposal/injection wells.
* Allows directional treatment of wells e.g. acid, steam, CO2, etc.
* Allows multi-layer application in thicker reservoir zones.
* No need for large, expensive rotary rigs
* No casing milling equipment necessary
* No additional stimulation required
* Average operation duration is one to four days per well, thus limiting the time the well is out of production.
* No logging expense required
* No need to change well-bore configuration 


Source: www.platinumpetroleum.com



Read More......

Minggu, 24 Mei 2009

job di qatar

Assalamulaikum WW,
Bapak2 dan teman2 yth:
Qatar Gas sedang cari tenaga untuk keperluan Shut down team seperti
berikut:

1. Planning Engineers ……………¦.2 No
2. Planners………………¦.7 Nos
3. Contract & Cost Officers……….|.5 Nos
4. Senior Material Planner………..|.1 No
5. Material Planner………………¦.1 No
6. Head of Shutdown………………..¦.2 Nos

Kalau ada yang berminat boleh CV nya di kirim ke saya;

fboy@qatargas.com.qa atau ke aboutalbi@qatargas.com.qa Abdel hamid Boutalbi ( Qatargas shut down Manager, yang akan
datang ke Indonesia tanggal 12 Juni ini)

Read More......

job di turkmenistan

Hie! I'm Sarah, Recruitment Consultant
from Petrominwork. We are currently sourcing candidates for Structural
Design Engineer position for our client in Kiyanly,
Turkmenistan.



If you wish to be nominated, please give your
consent . Should you know anyone who is interested and suitable in the
position, kindly introduce them to us.



Pls send your cv and state your:



1) availability for new assignment

2) current salary

3) expected salary

4) 2 names of your referees and their contact details (company
name, designation, email address)

5) preferred location to be assigned





Thank you & best regards,

Sarah Idany Anuar

Recruitment Consultant



PetrominWork
Sdn Bhd

Tel no. :
+603 - 2166 4493

Fax no. : +603
– 2166 2297

Website : www.petrominwork.com " Your
Recruitment Gateway in Asia Pacific for Oil & Gas and Resources Industries
"

Read More......

Kamis, 21 Mei 2009

PERANAN TEKNOLOGI WIRELINE LOGGING DI INDUSTRI PERMINYAKAN

ada saat ini harga minyak sedang membumbung tinggi, dan sempat menembus angka $130 yang merupakan harga tertinggi dalam sejarah industri perminyakan. Negara-negara pengekspor minyak menikmati windfall profit yang tidak sedikit, termasuk negara-negara yang tergabung dalam OPEC (kecuali Indonesia?). Demikian halnya dengan perusahaan-perusahaan minyak, dimana kondisi harga minyak yang tinggi ini membuat Exxon Mobil mampu muncul sebagai perusahaan yang menghasilkan akumulasi profit tertinggi (2000-2004) sebesar $88.1 milyar melampaui General Electric ($74.2 milyar).

Cadangan minyak dunia terus menurun, dikarenakan temuan sumber-sumber minyak baru tidak seimbang dengan kebutuhan energi yang ada. Negara adidaya seperti Amerika Serikat membutuhkan bahan bakar minyak sekitar 21 juta barrel per hari, ini lebih dari dua puluh kali lipat produksi minyak Indonesia sekarang, dan 60% kebutuhannya harus diimport dari luar Amerika. Ditambah lagi dengan China yang didorong oleh kemajuan ekonominya merubah negara ini semakin ‘rakus’ akan energi, serta India yang juga sedang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat.

Kondisi politik dibeberapa negara penghasil minyak juga merupakan faktor pendorong naiknya harga minyak. Gejolak di Irak yang tidak kunjung reda ditambah dengan pertikaian antara Turki dengan orang-rang Kurdish di bagian barat-utara Irak , kondisi politik di Venezuela, masalah nuklir di Iran dan sengketa antar suku serta kegiatan bersenjata oleh para pemuda liar (area boys) didaerah penghasil minyak di Nigeria, memberikan kontribusi terhadap tingginya harga minyak saat ini.

Lalu darimana sumber energi lainnya akan didapatkan? Berbicara tentang hidrogen sebagai sumber energi yang terbarukan masih membutuhkan waktu yang panjang. Sekitar dua puluh tahun lagi menurut prediksi para ahli, hidrogen dapat menjadi sumber energi yang ekonomis setelah masalah-masalah teknis dasar mulai dari cara penyimpanannya hingga aspek keselamatan pemakaian energi hidrogen dapat teratasi. Jadi posisi minyak sebagai sumber energi utama masih belum dapat disingkirkan, yang diikuti oleh batu bara dan gas alam sebagai sumber energi.

Awal Mula Evaluasi Formasi
Kapan sebenarnya sumur minyak mulai digali? Dari catatan yang ada disebutkan bahwa di China (sekitar tahun 347 SM) sumur minyak digali sampai ke dalaman 800 kaki dengan menggunakan bambu yang ujungnya dipasang mata bor. Marco Polo ketika dalam perjalanannya tahun 1264 mencatat bahwa orang di Baku, Azerbaijan telah menggunakan minyak dari dalam tanah sebagai penerangan ketika orang di Eropa masih menggunakan minyak dari ikan paus. 

Sumur minyak modern pertama digali pada tahun 1847 di lapangan minyak Bibi-Eybat (Baku, Azerbaijan) oleh insinyur Rusia bernama F.N. Semyenov. Sedangkan penggalian sumur minyak di Amerika Serikat pertama kali pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania oleh Kolonel Edwin Drake (dia sebenarnya bukan seorang militer, tetapi karena tanggung jawab yang besar, gelar kolonel diberikan kepadanya).

Lalu bagaimana orang bisa menentukan bahwa sumur yang digali akan mengandung minyak? Pada jaman dahulu hampir bisa dikatakan bahwa minyak diketemukan secara kebetulan. Sumur-sumur minyak di Semenanjung Absheron, Baku, pada mulanya diketemukan karena ada minyak yang merembes kepermukaan tanah. Dengan hanya menggali beberapa meter, orang Baku dapat mengambil minyak dengan menggunakan ember. Namun untuk sumur-sumur yang dalam orang tidak bisa lagi hanya mengandalkan minyak yang muncul dipermukaan. Terlebih saat ini ketika masa-masa kejayaan penemuan sumber-sumber minyak raksasa seperti Ghawar di Saudi Arabia, Kashagan di Kazakhstan, Burgan di Kuwait, Bolivar Coastal di Venezuela, Safaniya–Khafji di Saudi Arabia/Neutral Zone dll, telah semakin sulit. Eksplorasi minyak sudah harus dilakukan didaerah yang cukup sulit dijangkau dan lebih penuh resiko dalam operasinya. Dimana hal ini tentunya akan membuat biaya operasi pengeboran sumur minyak menjadi mahal. Eksplorasi di laut dalam saat ini sedang banyak dilakukan di Afrika Barat (Nigeria, Angola dan sekitarnya), dimana kedalaman air laut mencapai 2000 meter. Terakhir Rusia telah melakukan klaim terhadap daerah Kutub Utara (Artika) sebagai daerah mereka (dengan menancapkan bendera Rusia di dasar laut Kutub Utara dengan menggunakan kapal selam Mir-1 dan Mir-2).

Pada tahapan eksplorasi operator minyak akan melakukan beberapa survei yang membantu untuk menemukan cekungan atau reservoar yang berpotensi menyimpan hidrokarbon (minyak atau gas). Kegiatan survei yang dilakukan biasanya meliputi : survei gravitasi, survei medan magnetik dan survei seismik. Survei gravitasi dan medan magnetik untuk melakukan pemetaan pencarian cekungan atau reservoar. Setelah daerah yang mempunyai potensi sebagai reservoar diketemukan, maka tahap berikutnya adalah survei seismik. Dari survei seismik ini akan terlihat bentuk struktur dari reservoar, apakah suatu patahan atau jebakan stratigrafik. Dan dari pengolahan data seismik akan terlihat adanya kontras yang dapat diinterpretasikan adanya potensi hidrokarbon. Namun untuk memastikan apakah didalam reservoar tersebut ada hidrokarbonnya, operator akan memanggil kontraktor untuk melakukan kegiatan evaluasi formasi setelah pengeboran dilakukan.

Definisi dari evaluasi formasi adalah pengukuran terhadap kedalaman atau waktu, atau keduanya, dari satu atau beberapa besaran fisika batuan formasi (resistivitas, porositas, sonic transit time, radioaktifitas sinar gamma dsb) di dalam atau sekitar sebuah sumur. Beberapa kegiatan evaluasi formasi adalah: evaluasi formasi pada saat pengeboran (mud logging dan Logging While Drilling /LWD), analisis batu inti /core, evaluasi formasi dengan menggunakan kabel dan uji produksi kandungan lapisan.

Penulis akan membahas lebih lanjut tentang evaluasi formasi dengan menggunakan kabel atau biasa disebut dengan ‘wireline logging’ atau singkatnya adalah logging. Kabel dipergunakan untuk menurunkan peralatan ke dalam, dan sebagai media untuk komunikasi antara peralatan di dalam sumur dengan peralatan dipermukaan (kini sistem komputer), serta sebagai pengukur kedalaman sumur. Teknologi ini untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Conrad dan Marcel Schlumberger, penemuan mereka ini memiliki peranan penting dalam industri perminyakan. Mereka melakukan kegiatan evaluasi formasi untuk pertama kalinya di Pechelbronn, Perancis pada tahun 1927. Teknologi ini sangat membantu dalam menemukan lapisan-lapisan formasi yang mengandung hidrokarbon (minyak dan gas) dan sangat membantu dalam melakukan penghitungan perkiraan besarnya cadangan hidrokarbon (minyak atau gas) yang ada di dalam suatu lapangan minyak. Schlumberger untuk pertama kalinya melakukan kegiatan logging di Indonesia pada tanggal 13 Agustus tahun 1930 di lapangan minyak Rantau, Sumatera Utara.

Perkembangan Teknologi Evaluasi Formasi
Perkembangan teknologi evaluasi formasi sejak tahun 1927 hingga sekarang telah melalui beberapa tahap. Pada mulanya data yang ada hanya diplot dengan tangan pada kertas grafik, kemudian berkembang dengan menggunakan teknologi galvanometer dimana data yang ada diplot pada gulungan film. Sehingga sangat membantu dalam penyimpanan data dan juga untuk mereproduksi data dikemudian hari. Pada tahap tersebut data yang ada belum disimpan dalam bentuk digital. Peralatan logging pun masih sangat sederhana, dan tidak dapat dikombinasikan. Sehingga peralatan tersebut harus dimasukkan dalam sumur satu persatu. 

Era komputer dimulai pada akhir tahun 1970-an ketika Schlumberger untuk pertama kalinya memperkenalkan perangkat komputer untuk akuisisi data dengan nama Cyber Service Unit (CSU), yang menggunakan Z80 sebagai mikroprosesor. Untuk pemrosesan sinyal masih menggunakan komponen analog. Media rekaman masih menggunakan film dan pita tape gulung. Peralatan yang diturunkan dalam sumur masih analog dan dapat dikombinasikan dalam konfigurasi yang terbatas, serta jumlah data yang dikirim ke sistem komputer di permukaan pun masih relatif sedikit. Pada era tahun 1980-an peralatan digital mulai diperkenalkan, data yang ada tidak terbatas pada data numerik tetapi juga image (citra) data. Sistem komputer yang digunakan pada saat itu teknologi komputer berbasis VAX/VMS. Dan kini sistem komputer yang dipakai telah memanfaatkan komputer PC, yang lebih mudah untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, baik dari segi perangkat keras maupun perangkat lunaknya.

Berbagai macam peralatan didesain untuk melakukan pengukuran dalam sumur, antara lain mencakup pengukuran elektrik (resistivitas dan konduktifitas), akustik (sonic transit time), ultrasonik, radioaktifitas sinar gamma, elektromagnektik, tekanan fluida dalam reservoar, pengambilan sampel fluida ,pengukuran dielektrikum, ‘nuclear magnetic resonance’/NMR, seismik dalam sumur, pengkuran aliran dan temperatur fluida dalam sumur produksi serta pengambilan sampel batu inti (side wall coring).

Aplikasi Teknologi Evaluasi Formasi
Setelah sumur selesai dibor sampai kedalaman yang dinginkan dan mencapai kedalaman maksimum , kegiatan berikutnya adalah pengukuran evaluasi formasi oleh operator logging. Kegiatan logging yang terpenting adalah pengukuran sifat-sifat batuan yang berhubungan dengan porositas, permeabilitas dan saturasi air (water saturation). Saturasi minyak kemudian dapat dihitung dengan menghitung 100% dikurangi oleh saturasi air (dalam persen). Porositas adalah volume pori-pori dalam batuan dibagi dengan volume total batuan. Sebagai contoh batu gosok memiliki porositas yang lebih besar dibanding dengan batu kali yang pejal. Semakin besar porositas suatu batuan, maka semakin besar pula kemampuan untuk menyimpan fluida (air atau hidrokarbon). Faktor penting lainnya adalah pori-pori ini harus saling berhubungan sehingga mampu mengalirkan hidrokarbon ke permukaan tanah. Permeabilitas adalah sifat dari batuan yang berhubungan dengan seberapa mudah batuan itu dialiri oleh fluida (sedangkan mobilitas adalah sifat fluida, seberapa mudah fluida itu mengalir). Parameter penting lainnya adalah saturasi air dalam suatu reservoar. Pada umumnya reservoar didalam tanah akan diisi oleh air, kecuali didalam reservoar hidrokarbon. Dikatakan saturasi air seratus persen apabila reservoar tersebut diisi oleh air sepenuhya. Sedangkan apabila dikatakan saturasi air limapuluh persen, maka separuh air dan separuh lagi adalah hidrokarbon. 

Rumus penghitungan saturasi air dalam formasi semula diperkenalkan oleh Gus Archie (SHELL). Rumus ini membutuhkan masukan besaran porositas, resistivitas air formasi (atau salinitas air formasi) dan resistivas gabungan (air, hidrokarbon dan formasi). Rumus ini kemudian mengalami banyak perkembangan (tergantung model dan asumsi yang dipakai bagaimama clay tersusun dalam formasi batuan pasir) menjadi rumus Waxman-Smits (Shell), Dual Water Model (Schlumberger), Persamaan Indonesia, Persamaan Nigeria, Persamaan Venezuela dan Simandoux. Sedemikian pentingnya rumus ini sehingga pengembangan peralatan evaluasi formasi banyak difokuskan untuk melakukan pengukuran resistivitas dan porositas yang lebih baik untuk mendapatkan penghitungan saturasi air yang lebih akurat.

Dari kurva resistivitas pada dasarnya orang akan dapat dengan mudah membedakan antara lapisan formasi yang mengandung air terhadap lapisan formasi yang mengandung minyak atau gas. Lapisan formasi yang mengandung minyak atau gas akan memiliki resistivitas lebih tinggi dari pada yang mengandung air. Peralatan pengukuran resistivitas mengaplikasikan prinsip induksi untuk pengeboran dengan Oil Based Mud (OBM) dan laterolog yaitu memfokuskan arus listrik secara lateral kedalam formasi dipakai dalam sumur yang menggunakan Water Based Mud (WBM) pada saat pengeborannya.

Sedangkan pengukuran porositas mengaplikasikan beberapa teknologi didalam peralatannya. Peralatan dengan teknologi nuklir (neutron dan sinar gamma) dan akustik telah banyak dilakukan. Sebagai contoh aplikasi dari teknologi neutron adalah pemancaran partikel neutron dari sumber neutron kimia (seperti AmBe) ke dalam formasi. Selain sumber radioaktif kimia AmBe, dipakai pula minitron yaitu sumber radiokatif elektonik. Beberapa macam interaksi akan terjadi antara partikel neutron dengan partikel dalam formasi, tetapi interaksi yang paling menarik adalah ‘tumbukan elastis’. Pada interaksi ini hukum kekekalan energi berlaku, maka neutron akan kehilangan energi karena tumbukan dengan hidrogen. Karena massa neutron hampir sama dengan proton, dan atom hidrogen hanya memiliki satu proton. Hidrogen terdapat dalam fluida air dan hidrokarbon, dan fluida akan menempati pori-pori. Sehingga jumlah neutron yang kembali berbanding terbalik dengan porositas. Semakin sedikit neutron yang terdeteksi kembali oleh detektor, maka semakin tinggi porositas formation tersebut. Atau semakin banyak hidrogen dalam formasi, maka semakin tinggi porositasnya. Hal ini disebut sebagai Hydrogen Index (HI) dari formasi.

Pengukuran porositas yang menggunakan teknologi nuklir tidak hanya mengukur porositas yang berhubungan dengan fluida, tetapi juga dipengaruhi oleh mineral batuan yang diukur. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengukuran porositas tersebut untuk mendapatkan nilai porositas total. Sedangkan untuk mendapatkan nilai porositas yang berhubungan dengan porositas yang ditempati oleh fluida dan tidak dipengartuhi oleh batuan mineral, teknologi resonansi magnetik nuklir (nuclear magnetic resonance) telah diaplikasikan dalam salah satu peralatan logging. Pada prinsipnya teknologi ini memanipulasi proton hidrogen dengan menggunakan gelombang elektromagnetik yang telah ditala sesuai dengan frekuensi hidrogen pada temperatur tertentu (baca tulisan berikutnya tentang teknologi ini). Pengukuran evaluasi formasi dengan teknologi resonansi magnetik nuklir telah berkembang dengan pesat. Bahkan dengan peralatan ini telah dimungkinkan untuk mengidentifikasi jenis fluida yang ada dalam pori-pori dan juga memberikan nilai saturasi air pada reservoar tersebut. Dan secara tidak langsung dapat pula melakukan pengukuran permeabilitas.

Bagi insinyur reservoar pengukuran tekanan reservoar dan pengambilan sampel fluida yang ada dalam formasi adalah sangat penting. Dengan menggunakan peralatan logging seperti MDT (Modular Dynamic Tester), kegiatan pengukuran tekanan reservoar dapat dilakukan dalam berbagai konfigurasi. Peralatan ini sangat mekanikal dan digerakan dengan sistem hidraulik. Pada saat pengukuran peralatan diposisikan didepan formasi reservoar yang akan diukur. Untuk menyekat antara lubang sumur dengan reservoar yang akan diukur, alat ini secara hidraulik akan mendorong penyekat karet (packer) kearah dinding sumur. Kemudian alat ini dari tengah penyekat karet tersebut akan mengeluarkan pipa yang memiliki saringan (probe) yang akan terus didorong untuk masuk kedalam formasi reservoar. Untuk bisa mengukur tekanan dalam formasi tersebut, sebuah katup dibuka dan fluida dari formasi mulai mengalir melalui pipa berpenyaring masuk kedalam peralatan. Apabila tujuannya hanya untuk mengukur tekanan, maka proses ini cukup berhenti disini. Tetapi apabila ingin melakukan identifikasi fluida atau pengambilan sampel fluida maka kegiatan berikut adalah mengalirkan fluida melalui sensor lain seperti DFA (Downhole Fluid Analyser) sebelum masuk kedalam tabung penyimpan fluida. Peralatan DFA memiliki sensor yang bisa membedakan antara minyak dan air, juga antara cairan dan gas. Pada saat ini peralatan ini dikembangkan lebih jauh sehingga bisa mengukur komposisi gas, tingkat kontaminasi filtrat lumpur dan kandungan CO2. Peralatan logging MDT juga dapat memberikan pengukuran permeabilitas, yaitu secara tidak langsung dengan menggunakan pengukuran mobilitas dibagi dengan viskositas fluida.

Semakin sulitnya untuk mendapatkan sumber minyak baru juga berhubungan dengan semakin kompleksnya struktur formasi yang dieksplorasi. Banyak formasi di batuan pasir yang lapisan pasirnya berselang-seling dengan batuan lempung (clay). Dan lapisan tipis yang berselang-seling ini akan mempengaruhi pengukuran. Maka dari itu kemampuan peralatan evaluasi formasi tersebut ditingkatkan, terutama resolusinya. Kondisi ini banyak dijumpai di sumur eksplorasi laut dalam. Jenis batuan formasi yang beragam : batuan pasir, batuan kapur, dolomite, vulkanik dan batuan dasar (basement), juga memberikan kontribusi terhadap kompleksitas dari pengukuran evaluasi formasi. Kegiatan evaluasi formasi, terutama wireline logging harus direncanakan sejak semula, dengan menentukan tujuan dari kegiatan logging tersebut. Peralatan evaluasi formasi yang sesuai sudah harus ditentukan dari awal, sehingga kegiatan tersebut menjadi lebih optimum untuk mendapatkan data yang ada. Hal ini belum lagi apabila kondisi sumur yang dibor sangat sulit, misalnya dengan deviasi yang tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, maka diperlukan peralatan khusus untuk membuat kegiatan logging ini dapat dilakukan.

Kegiatan logging juga dilakukan dalam keadaan sumur telah dipasang selubung besi. Kegiatan ini biasanya berhubungan dengan evaluasi kondisi semen antara selubung dan dinding sumur. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa antara resevoir air dan hidrokarbon ada semen yang cukup untuk memastikan tidak adanya komunikasi antara reservoar ini. Sehingga pada saat dilakukan perforasi (pelubangan sumur dengan bahan peledak terarah), dapat dipastikan bahwa fluida yang mengalir hanya berasal dari reservoar hidrokarbon.

Pada lapangan sumur yang telah diproduksi dan mulai menghasilkan air, kegiatan logging pada umumnya berhubungan dengan mencari formasi mana yang sudah mulai terisi air, atau batas air dan minyak sudah semakin naik (Oil-Water Contact). Kondisi ini sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas sumur, sehingga reservoar yang telah menghasilkan air lebih besar dari minyak biasanya akan ditutup. Namun hal ini tergantung dari biaya operasi sumur tersebut, apabila dengan sumur yang telah menghasilkan air dan masih menghasilkan keuntungan maka reservoar tersebut akan tetap dibuka sampai menghasilkan air seratus persen. Ada kalanya setelah diproduksi, ada reservoar yang dianggap mulanya tidak ekonomis atau terlewatkan sehingga tidak diperforasi. Dengan peralatan logging tertentu seperti RST (Reservoir Saturation Tool) atau CHFR (Cased Hole Formation Resistivity), reservoar yang terlewatkan (by-passed zone) tersebut bisa dianalisa.

RST menggunakan minitron untuk menghasilkan neutron dengan energi yang tinggi. Sehingga interaksi yang terjadi antara neutron dengan hidrogen adalah tumbukan inelastik yang menghasilkan spektrum sinar gamma. Dari spektrum sinar gamma tersebut, yang berhubungan dengan elemen karbon dan oksigen diolah lebih lanjut untuk mendapatkan saturasi air. Elemen karbon berhubungan dengan hidrokarbon, dan elemen oksigen berhubungan dengan air. Sedangkan CHFR pengukurannya dilakukan pada saat peralatan berhenti (station), dan dengan lengan yang berujung logam runcing dan menekan pada dinding selubung besi, alat tersebut mengalirkan arus listrik. Tegangan antara dua lengan berujung logam runcing tersebut diukur (dalam skala nano volt). Dengan mengetahui arus yang dikeluarkan dan tegangan yang dikukur, maka resistivitas dapat dihitung. Pada prakteknya kita perlu membandingkan antara pengukuran resistivitas yang didapat dari CHFR dengan yang didapat dari peralatan induction atau laterolog pada saat sumur masih terbuka. Aplikasi kedua peralatan ini sangat bermanfaat pada lapangan marjinal pada saat pengerjaan work-over di sumur tua.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kegiatan evaluasi formasi, khususnya wireline logging, dapat dilakukan mulai dari tahap eksplorasi sampai dengan pada saat sumur atau lapangan minyak akan ditinggalkan. Memang wireline logging menjadi sumber data utama bagi para geosaintis dan para insinyur untuk mendapatkan data formasi dibawah tanah. Pada umumnya perusahaan minyak menginvestasikan dananya sebesar 5% hingga 15% dari biaya total pengeboran sumur untuk kegiatan logging.

Disamping itu tidak semua data yang berasal dari kegiatan logging tersebut dapat dipakai langsung untuk pengambilan keputusan. Beberapa data yang ada perlu diproses lebih lanjut dan kemudian diinterpretasi oleh log analis atau geosaintis yang berpengalaman. Dari data yang telah diproses dan dinterpretasikan tersebut, maka kegiatan yang terkait dengan data tersebut dapat dilakukan. Kegiatan tersebut misalnya untuk menentukan formasi reservoar yang mana yang akan diproduksi. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan logging tersebut dapat menghasilkan informasi yang berharga untuk pengelolaan sumur atau lapangan minyak tersebut dikemudian hari. Untuk itu sangat diperlukan adanya kerja sama yang erat antara perusahaan minyak dan perusahaan jasa logging dalam merancang kegiatan evaluasi formasi, sehingga hasil yang didapat dapat memberikan hasil yang optimal.



Read More......

Selasa, 19 Mei 2009

Tips Green Computing Ala Romi Satria Wahono


Senin, 08 Juni 2009
Tips Green Computing Ala Romi Satria Wahono
Ditulis Oleh : Mida Sutrani


1. Green Computing on PC

Laptop hanya memerlukan 10% energi yang digunakan Desktop. Flat screen hanya menggunakan 30% energi yang digunakan oleh Monitor CRT

Coba upgrade RAM, sebelum memutuskan ganti komputer. Komputer lambat bisa karena kotornya registry atau ada background services yang berjalan padahal sebenarnya tidak kita perlukan. Cek dan matikan services yang sedang berjalan padahal tidak perlu itu. Misalnya untuk Windows jalankan Start > Run > type “msconfig”

Menggunakan PC dan printer dengan merk dan jenis sama memudahkan kanibalisme dan proses recycle

Matikan komputer ketika tidak digunakan (malam hari). Mematikan komputer akan mengurangi umur komputer adalah mitos yang salah

Screen saver is not energy saver. Pilih matikan monitor daripada menggunakan screen saver

Pilih virtualisasi daripada pembelian hardware baru (hemat 70% energi)

Pilih peripheral berlogo energy star

Catat bahwa mode power menentukan prosentase hemat energi (Sleep mode - hemat 70% energi, Standby mode - hemat 90% energi, Hibernate mode - hemat 98% energi)

Jangan cepat membuang PC, lakukan recycle atau donasi ke pihak lain apabila sudah tidak digunakan

2. Green Computing on Laptop

Gunakan power saving setting

Kurangi penggunaan backlight

Atur layar dan harddisk sleep/off setelah beberapa menit tanpa penggunaan

Matikan bluetooth dan wifi ketika tidak digunakan

Lepas kartu MMC, SD, USB Flash apabila tidak digunakan

Kecilkan volume suara dan kontras layar

Minimalisir penggunaan IrDA (infrared) atau serial communication, karena boros energi

Upgrade RAM sebelum ganti laptop

Jangan cepat membuang Laptop, lakukan recycle atau donasi ke pihak lain apabila sudah tidak digunakan

3. Green Computing on Paperless Method

Usahakan menggunakan paperless method untuk berbagai urusan kita karena itu mengurangi sampah carbon footprint. Apabila memungkinkan kembangkan dan terapkan Document Management System, Electronic Invoicing dan Electronic Business Process pada institusi kita.

4. Green Computing on Paperless Education

Hindari kertas, gunakan file elektronik or blog untuk pengumpulan laporan dan tugas

Lupakan cara konvensional, gunakan eLearning System untuk penyebaran modul ajar, forum diskusi dan assesment

Gunakan Chatting dan Social Networking untuk mendukung pembelajaran. Ingat bahwa chatting untuk pacaran or godain orang, are not Green Computing!

5. Green Computing on Paperless Branding and Marketing


Lupakan kartu nama, CV, koran dan majalah untuk personal branding

Lakukan blogging untuk personal branding, marketing, bisnis bahkan influencing people

Manfaatkan google sebagai kurir dan salesman kita dalam marketing dan branding

Sumber:
http://romisatriawahono.net/



Read More......

Sabtu, 16 Mei 2009

ESDM lelang lap.minyak


 Pemerintah melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Alam (DESDM) berencana untuk menawarkan wilayah kerja (WK) baru minyak dan gas bumi dalam dua periode di 2009 ini.

Hal ini diungkapkan Kepala Biro Hukum dan Humas Sutisna Prawira seperti dikutip dari situs resmi ESDM, di Jakarta, Selasa (16/6/2009), untuk periode I-2009 akan ditawarkan 24 WK migas baik melalui lelang reguler maupun penawaran langsung.

Wilayah kerja yang ditawarkan pada penawaran wilayah kerja migas periode I-2009 adalah sebagai berikut:

A. Lelang Reguler

1. Blok Tomini Bay I, Teluk Tomini
2. Blok Tomini Bay II, Teluk Tomini
3. Blok Tomini Bay III, Teluk Tomini
4. Blok Tomini Bay IV, Teluk Tomini
5. Blok Tomini Bay V, Teluk Tomini
6. Blok Gorontalo Tomini I, Teluk Tomini
7. Blok Gorontalo Tomini II, Teluk Tomini
8. Blok North Bone, Teluk Bone
9. Blok Kolaka Lasusua, Teluk Bone
10. Blok Kabena, Teluk Bone
11. Blok Jampea , Teluk Bone
12. Blok Buton III, Lepas Pantai Buton
13. Blok Menui Asera, Lepas Pantai Sulawesi Selatan
14. Blok Morowali, Lepas Pantai Sulawesi Selatan
15. Blok Sula I, Lepas Pantai Sula
16. Blok Sula II, Lepas Pantai Sula
17. Blok Bird's Head, Lepas Pantai Papua Barat

B. Penawaran Langsung

1. Blok Kubu Daratan Riau
2. Blok N.E Ogan Komering, Daratan Lampung & Sumatera Selatan
3. Blok Offshore West Java, Lepas Pantai Jawa Barat
4. Blok Blora, Daratan Jawa Tengah & Jawa Timur
5. Blok North Makasar Strait, Selat Makasar
6. Blok East Simenggaris, Lepas Pantai/Daratan Kalimantan Timur
7. Blok Digul, Daratan Papua

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan kesempatan bagi perusahaan nasional maupun asing lainnya untuk dapat berpartisipasi dalam penawaran WK di atas.

Setiap perusahaan pun diwajibkan mengikuti semua peraturan dan persyaratan yang tertuang di dalam dokumen lelang (bid document) atau dokumen penawaran langsung (direct proposal document).

Pihaknya menetapkan bahwa pengambilan dokumen lelang atau penawaran langsung ini dimulai pada 15 Juni 2009 dengan batas akhir penyampaian dokumen partisipasi untuk penawaran langsung paling lambat 30 Juli 2009 pukul 14.30 WIB dan untuk lelang reguler batas akhir penyampaian dokumen partisipasi paling lambat 13 Oktober 2009 pukul 14.30 WIB. (ade)

Sumber:
Andina Meryani
Okezone



Read More......

Senin, 11 Mei 2009

EOR menurut orang-orang pertamina

DONGKRAK PRODUKSI MINYAK LEWAT EOR PROJECT

Pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Pertamina sektor hulu di dalam negeri diserahkan kepada salah satu anak perusahaannya, yaitu Pertamina EP (PEP). Eks WK Pertamina ini cukup luas, 140.000 km2 yang terdiri atas 214 lapangan di mana 80 persennya merupakan lapangan tua (mature field atau brown field). Tingkat penurunan produksi alamiah atau decline-nya rata-rata 5-15 persen per tahun. PEP saat ini sedang mempersiapkan program Enhanced Oil Recovery (EOR). Seberapa jauh kebutuhan program EOR bagi pengelolaan lapangan tua? 


Ketika Pertamina secara korporat manargetkan tingkat produksi minyak pada tahun 2014 sebesar 225 ribu barel per hari (sekarang 150 ribu barel per hari), upaya menaikkan produksi dilakukan PEP, Pertamina Hulu Energi (PHE), PEP Randugunting, dan PEP Cepu. Selain anak perusahaan operasional sektor hulu juga ada binis panasbumi, yaitu Pertamina Geothermal Energy dan anak perusahaan bisnis gas, Pertamina Gas (lihat Boks: Skuadron Anak Perusahaan Hulu).


ARTI PENTING "EOR"
Salah satu metode dari EOR itu adalah menginjeksikan air (water flooding) ke dalam pori-pori reservoir di bawah permukaan agar produksi naik atau persentase decline-nya tidak terlalu cepat. Itulah langkah PEP melalui EOR Project. 

Memahami EOR dan arti pentingnya, akan sulit kalau tidak memahami terlebih dulu periode-periode produksi. Coba, deh, kita buka penjelasan dari Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Kuswo Wahyono dalam Buku Pintar Migas Indonesia. Menurutnya metode optimal untuk produksi minyak dan gas adalah melalui:
1. Secara alamiah (natural), dengan tenaga dari reservoir itu sendiri;
2. Secara buatan (artificial lift), misalnya dengan pompa ataupun gas lift;
3. Dengan penambahan energi dari luar, yaitu injeksi air atau gas, dengan menggunakan metode penyerapan tahap lanjut (Enhanced Oil Recovery). Misalnya injeksi panas, kimiawi, CO2, dan sebagainya.
EOR juga ada yang mengartikan sebagai produksi tahap lanjut. Sedangkan menurut Kuswo Wahyono EOR dilakukan untuk tertiary. Dan tahap secondary recovery adalah untuk menjaga kestabilan dan atau menambah tenaga reservoir secara langsung, yaitu dengan menginjeksikan air atau gas pada suatu sumur, untuk kemudian memproduksikannya dari sumur lainnya. 

Kondisi lapangan yang dikelola PEP, seperti diungkapkan para pembicara pada Workshop EOR 2008 Pertamina EP, 19 November 2008 lalu di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, sudah berada pada akhir primary recovery. "Sebagian besar reservoir pada lapangan minyak PEP sudah berada pada akhir periode primary recovery. Sulitnya menaikkan produksi dari lapangan-lapangan tua ini sangat berhubungan erat dengan siklus produksi yang sudah seharusnya masuk ke dalam periode secondary recovery," beber Manajer EOR Tanjung John Hisar Simamora, salah seorang pembicara pada workshop tersebut.


EOR SEBAGAI JAWABAN
Langkah melakukan EOR adalah hal lumrah pada tahapan produksi secondary recovery dan tertiary recovery. Sedangkan pada tahapan awal, yaitu primary recovery cukup dilakukan melalui conventional oil recovery. Belum mesti dengan EOR. Saat ini kondisi lahan-lahan minyak Pertamina, sebagian besar reservoirnya, sudah berada pada tahap akhir primary recovery. Sementara sisa cadangan masih cukup signifikan sehingga perlu aplikasi teknologi EOR.

GM EOR M. Bunyamin menjelaskan dengan kondisi lapangan Pertamina sekarang, tidak mungkin hanya mengandalkan eksplorasi saja. Bunyamin memberikan contoh lapangan Tambun yang memproduksi 20 ribu BOPD. 

"Dengan kondisi ini Tambun merupakan andalan, kita selalu ngebor dan ngebor untuk meningkatkan produksi, begitu kita ngebor tetap hasilnya 20 ribu BOPD. Padahal kalau kita lihat dari kondisi decline-nya tanpa mempertimbangkan blok baru, hanya eksisting, trend-nya naik atau turun? Turunnya normal atau tidak?" tuturnya.

Decline lapangan Tambun sekarang (2004 - 2008) sekitar 20 persen. "Sekarang produksi terus menurun hingga 20 persen. Tetapi kalau sejak awal sudah ada pressure maintenance atau water flooding, decline nya itu sekitar 12 persen. Kesadaran melakukan EOR ini terlambat," tegas Bunyamin.

Pertamina EP pada 1 September 2008 telah membentuk Project Management Team EOR (PMT EOR), yang bertujuan meningkatkan produksi melalui proses secondary recovery dengan injeksi air dan proses tertiary recovery dengan injeksi kimia. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat menunjang ambisi Pertamina menjadi produser nomor satu dan menurunkan angka impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri.


STRATEGI PERTAMINA EP
Sesuai dengan tujuan didirikannya PEP, anak perusahaan sektor hulu ini memang bertugas menggarap eks WK Pertamina. Sehingga kalaupun ada WK lain dalam negeri di luar WK-WK itu akan menjadi domain anak perusahaan sektor hulu yang lain, Pertamina Hulu Energi (PHE). 

Seperti diketahui PHE selain menggarap lahan-lahan eksplorasi dan produksi di luar negeri juga memegang ladang-ladang kerjasama dengan perusahaan lain atau Joint Operating Body Production Sharing Contract (JOB PSC). Juga dalam bentuk Pertamina Participating Interest (PPI).

Untuk mencapai target korporat, PEP berusaha melakukan strategi peningkatan produksi. Dalam rangka peningkatan produksi ini Presiden Direktur PEP Tri Siwindono menyebutkan PEP mempersiapkan empat langkah, yaitu eksplorasi dengan mengembangkan konsep-konsep baru; mengaktifkan sumur-sumur yang suspended yang dulu diabaikan karena dinilai tidak ekonomis; program EOR; dan memasikmalkan produksi. 

Apa yang disiapkan PEP dengan tiga langkah itu adalah sematamata mencakup pemaksimalan lapangan-lapangan tua, juga mencari kemungkinan ditemukannya cadangan baru. 

Tri Siwindono menjelaskan untuk eksplorasi pun PEP selektif. Walaupun ada sejumlah WK yang belum tergarap maksimal, tetapi PEP tidak akan mencari di cekungan yang remote. Ada tiga syarat dalam rangka eksplorasi PEP saat ini. 

Syarat pertama, menurut Tri Siwindono, adalah quick yield, yaitu jenis eksplorasi yang dilakukan dekat dengan lapangan eksisting sehingga begitu dapat langsung dapat duit. Yang kedua adalah market driven mengeksplorasi di mana market terbuka di situ. Dan ketiga, PEP harus mencari big fish, yaitu eksplorasi mencari di mana cadangan besar, meskipun remote. "Inilah tiga cara di mana eksplorasi akan terkonsentrasi di situ," katanya.

Adapun mengenai lapangan yang suspended, yang ditangguhkan penggarapannya pada masa lalu, menurut Presiden Direktur PEP pihaknya mau tidak mau harus mengaktifkannya lagi. Jenis lapangan migas suspended adalah lapangan-lapangan migas yang saat itu tidak memungkinkan untuk diproduksikan karena tidak ekonomis.

"Potensinya banyak. Di Cepu banyak sekali lapanganlapangan tua yang ditinggalkan. Yang dilakukan oleh KUD-KUD (Koperasi Unit Desa) itu hanya mengangkat minyaknya saja, tidak menggunakan teknologi," ujar Tri Siwindono. 

Langkah PEP di lahan-lahan tua yang suspended?

"Kita akan kembali ke sana menggunakan teknologi yang baru untuk mempercepat dan memperbesar produksi di sana. Tidak hanya di Cepu saja. Juga di Sumatera Selatan, dan di seluruh lapangan yang ada di wilayah kerja kita," ujarnya. 

Langkah ketiga, sebagai strategi untuk menaikkan produksi minyak, PEP melakukan EOR Project. "EOR sangat dibutuhkan. Untuk"primary recovery sudah mencapai 90 persen. Padahal cadangan yang bisa terambil itu cukup banyak, lebih dari 5 milliar barel. Potensi ini bisa diambiil di secondary atau tertiary recovery. Jadi EOR mau tidak mau harus dimulai dari sekarang," jelasnya mengenai alasan PEP mengapa harus ada proyek EOR di sejumlah lapangan.•NS


Read More......

Sabtu, 09 Mei 2009

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


FMEA merupakan salah metode yang dipakai dalam studi RCM. Intinya adalah
bagaimana kita melakukan kegiatan maintenance pada suatu equipment dalam
rangka untuk mencegah failure (planned maintenance). Untuk mendapatkan
reliability yang tinggi, maka failure yang selama ini dikelola dengan
reactive (unplanned breakdown), direview kembali apakah ada opportunity lain
cara pengelolaannya misalnya berdasarkan kondisi (condition based
maintenance). Contoh FMEA yg sederhana sbb :


- Failure mode : rotor unbalance
- Failure effect : high vibration level
- Failure cause : deposit
- Maintenance task : perform monthly vibration monitoring

Nah tujuan FMEA ini adalah mengetahui failure cause dari suatu failure,
sehingga kita bisa menentukan maintenance task yang tepat. Maintenance task
nya bisa : Run to failure, PM, PdM (condition monitoring) atau lainnya.
Bilamana failure cause tidak diketahui dengan pasti, maka yang dikelola
adalah EFFECT nya, sehingga down time nya minimal.

- Failure mode : lampu mati
- Failure effect : gelap
- Failure cause : lifetime / random failure
- Maintenance task : sediakan spare lampu

Kenapa sediakan spare lampu ? Krn sampe skg kita belum tahu teknologi utk
mengetahui kapan lampu mati (CMIIW), makanya biar effect gelap nya tidak
lama, kita spare lampu. Bayangkan kalau tidak ada spare, mesti beli lampu
dulu hehe…Failure yg mirip spt ini misalnya : I/O Card, fuse dll.


Read More......

Sabtu, 02 Mei 2009

PSV vs BLOWDOWN VALVE

PSV dipasang untuk menghandle overpressure pada vessel atau equipment/sistem lainnya, berdasarkan API RP 520 setting presssure nya tidak boleh lebih dari MAWP si vessel jika hanya memasang 1 buah PSV, sistem kerjanya jika terjadi overpressure maka gaya pegas di PSV akan dikalahkan oleh pressure dari si vessel sehingga disc nya akan membuka dan membuang gas ke flare (untuk closed discharge PSV), sedangkan blowdown valve bekerja untuk memblowdown atau membuang gas jika pada sistem tersebut shutdown atau SDV dalam keadaan tertutup karena banyak hal semisal overpressure yang terlalu tinggi sehingga dikhawatirkan dapat merusak PSV maka perlu di shutdown,atau karena sebab yang lain dan kemudian gas yang masih ada di equipment tersebut di blowdown atau dibuang ke flare. sistem kerja blowdown valve sendiri berdasar sistem pneumatik dan berkebalikan dengan SDV yakni FO atau Fail to Open (CMIIW)

Read More......

istilah finite element



Finite element methode atau dalam bahasa kita metode elemen hingga, adalah pendekatan hitungan matematis berdasarkan ilmu ilmu mekanika, heat transfer, getaran, fluida, dll. Intinya adalah membagi bentuk yang kontinum menjadi diskrit (elemen-elemen kecil). Nah, bentuk elemennya itu ada yang berupa garis, plate, dan solid. Jadi finite element bukan sebagai input data suatu software, tetapi finite elemen dipakai sebagai dasar perhitungan (komputasi) software tersebut.. Inputannya bisa gaya, pressure, displacement, temperature, luas penampang, inersia, dll.

Read More......